PENERAPAN PENDEKATAN INQUERY DALAM PEMBELAJARAN

Oleh
Made Agus Suryadarma Prihantana
LANDASAN KONSEPTUAL
            Salah satu prinsip paling penting dari konsep pembelajaran adalah pembelajar tidak hanya semata-mata memberikan pengetahuan kepada pebelajar. Pebelajar harus membangun pengetahuannya sendiri dalam benaknya. Fosnot (dalam Santyasa, 2005) menyatakan “pembelajaran bukanlah mengumpulkan fakta sebanyak-banyaknya, tetapi menginterpretasikan obyek berdasarkan skema yang telah dimiliki atau struktur kognitif yang berbeda”. Dalam prosesnya, pembelajar dapat membantu dengan cara-cara mengajar yang membuat informasi menjadi sangat bermakna dan sangat relevan bagi pebelajar, dengan memberikan kesempatan kepada pebelajar untuk menemukan dan menerapkan sendiri ide-ide, dan dengan mengajak pebelajar agar dengan menyadari dan secara sadar menggunakan strategi-strategi mereka sendiri untuk belajar (Mustaji, 2005:11). Suatu revolusi sedang terjadi di dalam psikologi pendidikan dan nama yang sering digunakan adalah teori-teori pembelajaran konstruktivistik. Menurut Brooks dalam Mustaji (2005), esensi dari teori konstruktivis adalah ide bahwa pebelajar harus secara individu menemukan dan mentransfer informasi-informasi kompleks apabila mereka harus menjadikan informasi itu miliknya sendiri.
            Dalam konstruktivisme, banyak model yang digunakan sebagai pedoman dalam melakukan suatu kegiatan belajar mengajar. Model ini merupakan kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematik dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi perancang pengajaran dan para guru dalam merencanakan dan melaksanakan aktivitas-aktivitas belajar-mengajar (Suherman, 1992). Salah satu model pembelajaran yang dapat digunakan adalah model pembelajaran dengan penemuan (inquiry). Pembelajaran dengan penemuan merupakan satu komponen penting dalam pendekatan konstruktivis yang telah memiliki sejarah panjang dalam inovasi atau pembaharuan pendidikan. Wilcox (dalam Nur, 2000) mengemukakan dalam pembelajaran dengan penemuan, siswa didorong untuk belajar sebagian besar melalui keterlibatan aktif mereka sendiri dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip, dan guru mendorong siswa untuk memiliki pengalaman dan melakukan percobaan yang memungkinkan mereka menemukan prinsip-prinsip untuk diri mereka sendiri. Menurut Sagala (2007:196), pendekatan inkuiri merupakan pendekatan mengajar yang berusaha meletakkan dasar dan mengembangkan cara berpikir ilmiah, pendekatan ini menempatkan siswa lebih banyak belajar sendiri, mengembangkan kekreatifan dalam memecahkan masalah. Llewellyn (2002:16) mendefinisikan Inkuiri sebagai proses ilmiah dari eksplorasi aktif yang kritis, logis, dan kemampuan berpikir kreatif untuk mengangkat dan menentukan masalah pribadi. Piaget (dalam Suastra, 2002) memberikan definisi fungsional dari pendekatan inkuiri yaitu pendidikan yang mempersiapkan situasi bagi anak untuk melakukan eksperimen sendiri, dalam arti luas ingin melihat apa yang terjadi, ingin melakukan sesuatu, ingin menggunakan simbol-simbol, mengajukan pertanyaan-pertanyaan, dan mencari jawaban atas pertanyaannya sendiri, menghubungkan penemuan yang satu dengan penemuan yang lain, membandingkan apa yang ditemukannya dengan apa yang ditemukan anak-anak lainnya. Sedangkan Kuslan & Stone dalam Suastra (2002) memberikan definisi bahwa pengalaman inkuiri merupakan pengajaran dimana guru dan anak mempelajari peristiwa-peristiwa ilmiah dengan pendekatan dan jiwa para ilmuan.
Pendekatan inkuiri lebih menekankan pada pencarian pengetahuan daripada perolehan pengetahuan. Inkuiri dibentuk dan meliputi discovery, karena siswa harus menggunakan kemampuan discovery lebih banyak lagi. Menurut Carin (dalam Suastra, 2002), discovery adalah suatu proses mental dimana anak atau individu mengasimilasikan prinsip-prinsip. Hal-hal baru bagi siswa yang diharapkan dapat ditemukannya itu dapat berupa konsep, teorema, rumus, pola, aturan, dan sejenisnya (Suherman, 2003:213). Jadi, inkuiri adalah suatu perluasan proses-proses discovery yang digunakan dalam cara yang lebih dewasa. Sebagai tambahan pada proses-proses discovery, inkuiri mengandung proses-proses yang lebih tinggi tingkatannya. Roth dalam Wenning (2005) mengemukakan, dalam pendekatan inkuiri, keberhasilan dalam pengaturan kondisi kelompok baik itu kelompok besar maupun kelompok kecil ataupun pengaturan kondisi kelas untuk menciptakan  suasana intelektual di bawah pengajaran dengan orientasi penemuan  tergantung  pada 2 komponen kriteria yaitu peranan dari pembelajar dan peranan dari pebelajar. Dalam pengaturan kondisi, guru membantu siswa memahami perbedaan antara pengajaran tradisional (langsung) dan pengajaran berorientasi penemuan.
Pembelajaran dengan menggunakan pendekatan inkuiri akan dapat memberikan keuntungan-keuntungan sebagai berikut. 1) Siswa dapat memahami konsep-konsep dasar ide-ide lebih baik, 2) membantu dalam menggunakan daya ingat dan transfer pada situasi-situasi proses belajar yang baru, 3) mendorong siswa untuk berpikir dan bekerja atas inisiatifnya sendiri, 4) mendorong siswa untuk berpikir inisiatif dan merumuskan hipotesisnya sendiri, 5) memberikan kepuasan yang bersifat intinsik, 6) situasi proses belajar-mengajar menjadi lebih merangsang, 7) pengajaran menjadi berpusat pada siswa (student centered), 8) proses belajar melaui  kegiatan inkuiri dapat membentuk dan mengembangkan konsep diri siswa, 9) tingkat pengharapan siswa bertambah, 10) mengembangkan bakat kemampuan individu, 11) menghindarkan siswa dari cara-cara belajar tradisional (menghafal), 12) memberikan waktu bagi siswa untuk mengasimilasi dan mengakomodasi informasi. Roestiyah (2001:77) mengemukakan, untuk meningkatkan teknik inkuiri dapat ditimbulkan dengan kegiatan-kegiatan sebagai berikut: (1) membimbing kegiatan laboratorium; (2) modifikasi inkuiri; (3) kebebasan inkuiri; (4) inkuiri pendekatan peranan; (5) mengundang ke dalam inkuiri; (6) teka-teki bergambar; (7) synestics lesson; (8) kejelasan nilai-nilai.  Sund & Trowbridge (dalam Suastra, 2002) mengemukakan 3 macam pendekatan inkuiri. 1) Inkuiri terpimpin (Guide Inquiry Laboratory Lesson), 2) Inkuiri bebas (Free Inquiry), dan 3) Inkuiri dimodifikasi (Modified Inquiry).

PEMBAHASAN
            Pendekatan inkuiri bertolak dari pandangan bahwa siswa sebagai subjek dan objek dalam belajar, mempunyai kemampuan dasar untuk berkembang secara optimal sesuai kemampuan yang dimilikinya. Proses pembelajaran harus dipandang sebagai stimulus yang dapat menantang siswa untuk melakukan kegiatan belajar. Peranan guru lebih banyak menetapkan diri sebagai pembimbing atau pemimpin belajar dan fasilitator belajar. tugas utama guru adalah memilih masalah yang perlu dilontarkan kepada kelas untuk dipecahkan oleh siswa sendiri. Tugas lainnya yakni menyediakan sumber belajar bagi siswa dalam rangka pemecahan masalah. Lain halnya dengan guru, peran siswa di sini betul-betul sebagai subjek yang belajar. siswa lebih banyak melakukan kegiatan sendiri atau dalam bentuk kelompok memecahkan permasalahan dengan bimbingan guru. Sudah tentu bimbingan dan pengawasan dari guru masih tetap diperlukan, namun campur tangan atau intervensi terhadap kegiatan siswa dalam pemecahan masalah harus dikurangi.
             Dalam pengajaran yang umumnya dilaksanakan, siswa menerima bahan pelajaran melalui informasi yang disampaikan oleh guru. Cara mengajar informatif ini dapat terjadi dengan menggunakan metode ceramah, ekspositori, demonstrasi, tanya jawab, atau metode mengajar lainnya. Pada cara ini, materi ini disampaikan hingga bentuk akhir, sedangkan cara belajar siswa merupakan belajar dengan menerima (reception learning). Kata penemuan sebagai metode mengajar merupakan penemuan yang dilakukan oleh siswa. Pengajaran dengan metode penemuan berharap agar siswa benar-benar aktif belajar menemukan sendiri bahan yang dipelajarinya. Untuk dapat menemukan, mereka harus melakukan terkaan, dugaan, perkiraan, coba-coba, dan usaha lainnya dengan menggunakan pengetahuan siapnya melalui cara induksi, deduksi, observasi, ekstrapolasi. Pengajaran dengan penemuan sukar direncanakan jauh sebelumnya, karena sangat tergantung pada kemampuan siswa. Pelaksanaannya harus selalu disesuaikan dengan pengetahuan siswa yang telah diperoleh sebelumnya. Harus diingat pula, bahwa tidak setiap bahan pelajaran dapat disajikan dengan metode penemuan. Untuk merencanakan pengajaran dengan penemuan itu harus memperhatikan aktivitas siswa untuk belajar sendiri, hasil (bentuk) akhir yang harus ditemukan sendiri oleh siswa, prasyarat-prasyarat yang diperlukan sudah dimiliki oleh siswa, dan guru yang bertindak sebagai pengarah dan pembimbing saja, bukan pemberitahuan. Mengajar dengan metode inkuiri dapat dilakukan melalui ekspositori, kelompok, dan secara sendiri-sendiri. Segala sesuatu hal yang baru pun juga belum diketahui oleh guru. Dalam metode ini selain sebagai pengarah dan pembimbing, guru menjadi sumber informasi data yang diperlukan bagi siswa. Siswa masih harus mengumpulkan informasi tambahan, membuat hipotesis, dan mengujinya. Berbeda dengan metode discovery, hasil akhir yang harus ditemukan siswa merupakan sesuatu yang baru bagi dirinya, namun sudah diketahui oleh guru. Siswa diharapkan menemukan sesuatu yang penting dan hasilnya adalah nomor dua.
            Sebuah contoh pengajaran discovery dalam geometri adalah menarik jarak antara dua garis yang sejajar. Sejenis dengan ini, dalam inkuiri adalah menarik jarak antara dua garis yang bersilangan sembarang dalam ruang. Contoh-contoh topik lainnya untuk inkuiri adalah menentukan kepadatan lalu lintas di suatu perempatan, menentukan air yang terbuang percuma dari kran ledeng yang rusak, menentukan banyak air suatu aliran sungai. Salah satu tujuan mengajar dengan inkuiri adalah agar siswa mengetahui dan mampu mentransfer pengetahuan ke dalam situasi lain. Tahapan-tahapan yang harus dilalui oleh siswa yakni pertama-tama guru harus merangsang siswa dengan pertanyaan, masalah, permainan, dan teka-teki. Sebagai jawaban atas rangsangan yang diterimanya, siswa menentukan prosedur, mencari dan mengumpulkan informasi atau data yang diperlukannya untuk memecahkan pertanyaan, pernyataan, dan masalah. Setelah itu siswa menghayati pengetahuan yang diperolehnya dengan inkuiri yang baru dilaksanakan. Kemudian, siswa menganalisis metode inkuiri dan prosedur yang ditemukan untuk dijadikan metode umum yang dapat diterapkannya ke situasi lain.
            Salah satu prinsip psikologi tentang belajar menyatakan bahwa makin banyak keterlibatan siswa dalam kegiatan belajar, maka makin besar baginya untuk mengalami proses belajar. Proses belajar melalui kegiatan inkuiri dapat membentuk dan mengembangkan konsep diri siswa. Apabila siswa memiliki konsep diri yang baik, maka secara psikologis diri siswa akan merasa aman, terbuka terhadap pengalaman-pengalaman baru, berkeinginan untuk selalu mengambil dan mengeksplorasi kesempatan-kesempatan yang ada, lebih kreatif, dan umumnya memiliki mental yang sehat. Salah satu tugas dalam pembentukan siswa yang baik adalah pembentukan konsep diri siswa. Guru dapat melakukan hal ini dengan jalan melibatkan siswa dalam proses inkuiri, karena melalui keterlibatan siswa secara aktif akan dapat memanifestasi potensi siswa dan memperoleh pengertian tentang dirinya. Mengajar dengan menggunakan pendekatan inkuiri memberikan kesempatan kepada siswa dalam keterlibatan yang lebih besar, yaitu memberikan lebih banyak kesempatan bagi siswa untuk memperoleh kesadaran dan mengembangkan konsep diri siswa yang lebih baik. Bagian dari konsep diri siswa adalah tingkat pengharapannya, yakni siswa mempunyai ide tertentu tentang bagaimana ia dapat menyelesaikan suatu tugas dengan caranya sendiri. Sayangnya, seperti realita yang dapat kita jadikan perhatian saat ini, banyak siswa yang mendapat tingkat pengharapan rendah karena mereka merasa tidak mampu dalam mengerjakan soal-soal dan tidak pernah memperoleh nilai yang baik terutama dalam mata pelajaran MIPA seperti fisika, matematika, dan kimia. Sebenarnya, melalui kegiatan inkuiri, siswa mungkin dapat memperoleh pengalaman yang sukses  dalam menggunakan bakat-bakatnya untuk menyelidiki dan memecahkan problem-problem dengan cara mereka sendiri tanpa pertolongan orang lain. Sebenarnya, individu dalam hal ini siswa, memiliki banyak potensi bakat yang ada dalam dirinya. Dengan lebih banyak kebebasan (fleksibel) dalam proses belajar bagi siswa, maka makin besar kemungkinan baginya untuk dapat mengembangkan bakat-bakat lainnya. Apabila siswa bekerja sama atau terlibat dalam suatu elaborasi kognitif baik itu dalam kelompok besar maupun kelompok kecil, mereka mungkin terlibat dalam pengembangan bakat-bakat lain misalnya, merencanakan, mengorganisasi, berkomunikasi, kreativitas, dan bakat akademik lainnya.
            Dalam kegiatan pembelajaran, guru hendaknya memberikan waktu yang cukup kepada siswa dalam menggunakan daya otaknya dalam hubungannya dengan proses belajar yang menyangkut asimilasi dan pengakomodasian informasi sehingga memudahkan siswa memperoleh pengertian tentang konsep, prinsip, dan teknik-teknik  memecahkan suatu problem. Dengan cara inkuiri ini pula, konsep-konsep yang dibangun siswa akan menjadi lebih bermakna dan akan bertahan lama karena siswa sendirilah yang menemukan konsep-konsep dan prinsip-prinsipnya. Jadi tidak hanya sekedar menghafal saja (pengajaran tradisional) yang dapat menyebabkan siswa menjadi cepat lupa (retensinya kurang). Dalam upaya peningkatan teknik inkuiri, ada kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan seperti membimbing kegiatan laboratorium. Dalam membimbing siswanya, guru menyediakan petunjuk yang cukup luas kepada siswa dan sebagian besar perencanaannya dibuat oleh guru. Siswa melakukan kegiatan percobaan (penyelidikan) untuk menemukan konsep-konsep atau prinsip-prinsip yang telah ditetapkan guru. Dalam penggunaan metode inkuiri, dapat dilakukan modifikasi. Dalam hal ini guru hanya menyediakan masalah-masalah, bahan atau alat yang diperlukan untuk memecahkan masalah secara perorangan maupun kelompok. Setelah siswa mempelajari dan mengerti tentang bagaimana memecahkan suatu masalah dan memperoleh pengetahuan cukup tentang mata pelajaran yang dipelajari serta telah melakukan modifikasi, maka siswa sudah siap untuk melakukan kegiatan kebebasan inkuiri. Guru dapat mengundang siswa untuk terlibat dalam pengidentifikasian dan perumusan macam-macam masalah yang akan dipelajari. Inkuiri dari segi pendekatan peranan dapat dilihat dari keterlibatan siswa dalam proses pemecahan masalah. Siswa diberikan suatu masalah, dan dengan pertanyaan yang telah direncanakan dengan teliti akan dapat mengundang siswa untuk melakukan kegiatan seperti: merancang eksperimen, merumuskan hipotesis, dan lain-lain.
            Kegiatan mengundang siswa ke dalam inkuiri merupakan kegiatan proses belajar yang melibatkan siswa ke dalam tim-tim atau kelompok untuk memecahkan masalah. Masing-masing anggota dalam kelompok dapat berperan sebagai: koordinator tim, penasihat teknis, perekam data, dan proses evaluasi. Mereka bekerja sama untuk memecahkan masalah-masalah yang berkaitan dengan topik yang akan dipelajari. Untuk peningkatan teknik inkuiri juga dapat dilakukan dengan kegiatan teka teki bergambar. Kegiatan ini merupakan salah satu teknik untuk mengembangkan motivasi dan perhatian siswa di dalam diskusi kelompok karena gambar, peragaan atau situasi yang sesungguhnya dapat digunakan untuk meningkatkan cara berpikir kritis dan kreatif siswa. Selanjutnya kegiatan yang disebut synestetic lesson. Kegiatan ini dilakukan untuk menstimulir bakat-bakat kreatif siswa. Pada dasarnya synestetic memusatkan pada keterlibatan siswa untuk membuat berbagai macam bentuk “kiasan” agar dapat membuka intelegensinya serta membantu dalam melepaskan ikatan sturktur mental yang melekat kuat dalam memandang suatu masalah sehingga dapat menunjang timbulnya ide-ide kreatif. Kegiatan yang terakhir adalah bagaimana guru dapat melihat kejelasan nilai-nilai melalui kegiatan evaluasi. Apakah pendekatan inkuiri yang dilakukan menguntungkan, terutama menyangkut sikap, nilai-nilai dan pembentukan self concept (konsep diri) siswa. Sebagaimana dalam landasan konseptual tersebut di atas, ada 3 macam pendekatan inkuiri.
1.    Inkuiri terpimpin (Guide Inquiry Laboratory Lesson)
     Inkuiri tingkat pertama merupakan kegiatan inkuiri di mana masalah dikemukakan oleh guru atau bersumber dari buku teks kemudian siswa bekerja untuk menemukan jawaban terhadap masalah tersebut di bawah bimbingan yang intensif dari guru. Inkuiri tipe ini, tergolong kategori inkuiri terbimbing ( guided Inquiry ). Dalam inkuiri terbimbing kegiatan belajar harus dikelola dengan baik oleh guru dan luaran pembelajaran sudah dapat diprediksikan sejak awal. Inkuiri jenis ini cocok untuk diterapkan dalam pembelajaran mengenai konsep-konsep dan prinsip-prinsip yang mendasar dalam bidang ilmu tertentu. Dari inkuiri terbimbing yang perlu diperhatikan adalah siswa mengembangkan kemampuan berpikir melalui observasi spesifik hingga membuat inferensi atau generalisasi. Sasarannya adalah mempelajari proses mengamati kejadian atau obyek kemudian menyusun generalisasi yang sesuai. Guru hanya mengontrol bagian tertentu dari pembelajaran misalnya kejadian, data, materi dan berperan sebagai pemimpin kelas. Tiap-tiap siswa berusaha untuk membangun pola yang bermakna berdasarkan hasil observasi di dalam kelas. Kelas diharapkan dapat berfungsi sebagai laboratorium pembelajaran dan biasanya dalam kegiatan ini sejumlah generalisasi tertentu akan diperoleh dari siswa. Guru memotivasi semua siswa untuk mengkomunikasikan hasil generalisasinya sehingga dapat dimanfaatkan oleh seluruh siswa dalam kelas.
2.    Inkuiri bebas (Free Inquiry)
pada inkuiri bebas peserta didik melakukan penelitian sendiri bagaikan seorang ilmuwan. Pada pengajaran ini peserta didik harus dapat mengidentifikasikan dan merumuskan berbagai topik permasalahan yang hendak diselidiki. Metodenya adalah inquiri role approach yang melibatkan peserta didik dalam suatu kelompok tertentu, Setiap anggota kelompok memiliki tugas misalnya koordinator kelompok, pembimbing teknis, pencatat data, dan mengevaluasi proses.
3.    Inkuiri bebas yang dimodifikasi ( modified free Inquiri )
pada inkuiri ini guru memberikan permasalahan atau problem dan kemudian peserta didik diminta untuk memecahkan permasalahan tersebut melalui pengamatan, ekplorasi, dan prosedur penelitian.
Inkuiri tingkat kedua dan ketiga dapat dikategorikan sebagai inkuiri bebas ( unguided Inquiry). Dalam inkuiri bebas, siswa difasilitasi untuk dapat mengidentifikasi masalah dan merancang proses penyelidikan. Siswa dimotivasi untuk mengemukakan gagasannya dan merancang cara untuk menguji gagasan tersebut. Untuk itu siswa diberi motivasi untuk melatih keterampilan berpikir kritis seperti mencari informasi, menganalisis argumen dan data, membangun dan mensintesis ide-ide baru, memanfaatkan ide-ide awalnya untuk memecahkan masalah serta menggeneralisasikan data. Guru berperan dalam mengarahkan siswa untuk membuat kesimpulan tentatif yang menjadikan kegiatan belajar lebih menyerupai kegiatan penelitian seperti yang biasa dilakukan oleh para ahli. Yang menandai kegiatan inkuiri bebas ialah siswa mengembangkan kemampuannya dalam melakukan observasi khusus untuk membuat inferensi. Sasaran belajarnya adalah proses pengamatan kejadian, obyek dan data yang kemudian mengarahkan pada perangkat generalisasi yang sesuai. Guru hanya mengontrol ketersediaan materi dan menyarankan materi inisiasi. Dari materi yang tersedia siswa mengajukan pertanyaan-pertanyaan tanpa bimbingan guru. Ketersediaan materi di dalam kelas menjadi penting agar kelas dapat berfungsi sebagai laboratorium. Kebermaknaan didapatkan oleh siswa melalui observasi dan inferensi serta melalui interaksi dengan siswa lain. Guru tidak membatasi generalisasi yang dibuat oleh siswa melainkan guru mendorong siswa untuk mengkomunikasikan generalisasi yang dibuat sehingga dapat bermanfaat bagi semua siswa dalam kelas. Pertanyaan-pertanyaan yang menjadi fokus kegiatan inkuiri harus dapat mengarahkan siswa pada penentuan cara kerja yang tepat serta asumsi mengenai kesimpulan yang akan diperoleh. Pertanyaan yang menjadi pangkal kegiatan inkuiri sangat penting bagi siswa yang belum berpengalaman dalam belajar secara mandiri. Peran guru dalam melatih siswa untuk menyusun pertanyaan yang dapat mengarahkan pada kegiatan penelitian sangat penting. Melatih siswa untuk merumuskan pertanyaan yang dapat mendorong inkuiri tidak mudah. Oleh karena itu, guru harus berusaha mengembangkan inkuiri mulai dari melatih siswa untuk merumuskan pertanyaan. Bagi siswa sekolah, kegiatan inkuiri perlu dilatih secara bertahap, mulai dari inkuiri yang sederhana (inkuiri terbimbing) kemudian dikembangkan secara bertahap ke arah kegiatan inkuiri yang lebih kompleks dan mandiri (inkuri bebas).
Keterampilan inkuiri berkembang atas dasar kemampuan siswa dalam menemukan dan merumuskan pertanyaan-pertanyaan yang bersifat ilmiah dan dapat mengarahkan pada kegiatan penyelidikan untuk memperoleh jawaban atas pertanyaannya. Mengajarkan  siswa untuk bertanya sangat bermanfaat bagi perkembangannya sebagai saintis karena bertanya dan memformulasikan pertanyaan dapat mengembangkan kemampuan memberi penjelasan yang dapat diuji kebenarannya dan merupakan bagian penting dari berpikir ilmiah. Dengan melatih pebelajar membuat pertanyaan atas dasar kriteria-kriteria yang disusun oleh pengajar dapat meningkatkan kemampuan inkuiri pebelajar. Pada tahap awal inkuiri, guru harus melatih siswa untuk mampu merumuskan pertanyaan dengan baik. Hal ini berkaitan dengan kemampuan dasar siswa yang umumnya masih sulit mengembangkan pertanyaan-pertanyaan yang bersifat ilmiah dan memerlukan penyelidikan jawaban. Dalam proses pembelajaran melalui kegiatan inkuiri siswa perlu dimotivasi untuk mengembangkan keterampilan-keterampilan inkuiri atau keterampilan proses sehingga pada akhirnya dapat menghasilkan sikap ilmiah seperti menghargai gagasan orang lain, terbuka terhadap gagasan baru, berpikir kritis, jujur dan kreatif.
            Pembelajar yang menganut prinsip “mengetahui adalah suatu proses, bukan suatu produk”, menjadikan siswa untuk mandiri sedini mungkin sejak dari awal masuk sekolah. Akan tetapi bagaimana guru dapat membantu siswa tumbuh mandiri? Kemungkinan jawaban yang paling tepat sesuai dengan pandangan pembelajaran dengan penemuan adalah memberikan kebebasan kepada siswa untuk mengikuti minat alamiah mereka. Guru harus mendorong siswa untuk memecahkan sendiri masalah yang dihadapinya atau memecahkan sendiri di dalam kelompoknya, bukan mengajarkan mereka jawaban dari masalah yang dihadapinya tersebut. Siswa akan mendapat keuntungan jika mereka dapat “melihat” dan “melakukan” sesuatu daripada hanya sekedar mendengarkan ceramah. Guru dapat membantu siswa memahami konsep-konsep yang sulit dengan bantuan gambar dan demonstrasi. Belajar harus luwes dan bersifat menyelidiki atau melalui penemuan. Jika siswa tampak berusaha dengan menghadapi suatu masalah, berikan mereka waktu untuk mencoba sendiri memecahkan masalah tersebut sebelum memberikan pemecahannya. Guru juga harus memperhatikan sikap siswa terhadap belajar, merangsang keingintahuan anak, meminimalkan resiko kegagalan, dan bertindak serelevan mungkin bagi siswa. Menumbuhkan sikap aktif, berpikir kritis, serta dapat memecahkan suatu permasalahan dengan sikap ilmiah. Dengan membiarkan anak menemukan sendiri pemecahan masalah yang dihadapinya, berarti kemampuan berpikir anak semakin berkembang, rasa ingin tahunya juga semakin meningkat yang membuat anak menjadi aktif untuk mencari jawaban  dari permasalahan yang ada yang didasarkan pada sikap ilmiah yakni; obyektif, jujur, hasrat ingin tahu, terbuka, berkemauan, dan bertanggung jawab.
DAFTAR RUJUKAN

Llewellyn, D. 2002. Inquire Within: Implementing inquiry-based science standards. California: Corwin Press, Inc.
Mustaji & Sugiarso. 2005. Pembelajaran Berbasis Konstruktivistik. Universitas Negeri      Surabaya.
Nur, M., Wikandari, P. 2000. Pengajaran Berpusat kepada Siswa dan Pendekatan Konstruktivis dalam Pengajaran.  Pusat Studi Matematika dan IPA Sekolah Universitas Negeri Surabaya.
Roestiyah. 2001. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Sagala, S. 2007. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: CV Alfabeta.
Santyasa, I W. 2005. Belajar dan Pembelajaran Buku Ajar. Jurusan Pendidikan Fisika Fakultas    Pendidikan MIPA UNDIKSHA Singaraja.
Suastra, I W. 2002. Strategi Belajar Mengajar Sains Buku Ajar. Jurusan Pendidikan Fisika IKIP Negeri Singaraja.
Suherman E., Turmudi, Suryadi D., dkk. 2003. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Jurusan Pendidikan Matematika Fakultas Pendidikan MIPA Universitas Pendidikan Indonesia.
Suherman, E., Winataputra, U. S. 1992. Strategi Belajar Mengajar Matematika Modul. Depdikbud Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Bagian Proyek Penataran Guru SLTP Setara D-III.
Wenning, C. J. 2005. Minimizing Resistance to Inquiry-Orieented Science Instruction: The Importance of Climate Setting. Journal of Physics Teacher Education Online, 3(2), 11.

Artikel Terkait



0 komentar:

Posting Komentar

Chat Area

Advertise

 
Made Agus Suryadarma Prihantana, S. Pd / S2 Teknologi Pembelajaran / Undiksha