PEMBELAJARAN INOVATIF

PEMBELAJARAN INOVATIF

STRATEGI PENGEMBANGAN KARAKTER PESERTA DIDIK 

I Wayan Santyasa
 
Be careful of you thoughts, For your thoughts become your words, Be careful of you words, For your words become your deeds, Be careful of you deeds, For your deeds become your habits, Be careful of you habits, For your habits become your character, Be careful your character, For your character become your destiny. Anon ( dalam Lickona, 1999)

Pendahuluan

Pendidikan sangat berkepentingan dalam pembangunan sumber daya manusia yang berkualitas, yang mencangkup kemampuan intelektual dan karakter. Hal ini sesuai dengan UU No 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 3, yang menyebutkan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk karakter serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Di samping itu, pendidikan juga bertujuan untuk mengembangkan kemanusiaan.Kompetensi yang paling mendasar dalam pengembangan kemanusiaan adalah memperoleh kesehatan, pengetahuan, mampu mengases sumber-sumber kehidupan yang dibutuhkan untuk kehidupan yang standar dan dapat berpartisipasi di masyarakat. Pengembangan kemanusiaan juga bertujuan untuk memberikan kesempatan kepada mereka untuk memperoleh kebebasan dan keadilan. Kehidupan sangat berkaitan dengan pilihan,dan manusia harus bebas menentukan pilihan dan berpartisipasi dalam pengambilan keputusan dalam kehidupannya. Pengembangan kemanusiaan dan keadilan yang diperoleh saling memperkuat, membantu rasa aman dalam hidup dan martabat semua manusia, Membangun rasa hormat diri sendiri dan kepada prang lain. Oleh sebab itu, pendidikan juga sekaligus mengembangkan sosial manusia dalam rangka pembentukan karakter. Pertanyaan yang ingin dijawab dalam makalah ini, adalah bagaimana pendidikan mampu menciptakan pembelajaran yang dapat berkontribusi terhadap pengembangan kemanusiaan., sosial, dan karakter peserta didik?
Bagaimana strategi pembelajaran pengembangan karakter dapat dilakukan dalam berbagai jenjang pendidikan? Apakah dalam implementasinya dapat dilakukan melalui pembelajaran berbasis dialog? Bagaimana evaluasi pembelajaran untuk mengembangkan karakter peserta didik?

Pendidikan Karakter

Pendidikan karakter dicetuskan pertama kali oleh pedagog Jerman, F. W. Foerster (1869-1966). Karakter yang menekankan dimensi etis-spiritual dalam proses pembentukan pribadi merupakan reaksi atas keterbatasan pedagogi natural Rosseauian dan instrumentalisme pedagogis Deweyan. Pedagogi Rousseauian mengenalkan pendekatan yang bersifat non-intervensif, yakni tidak menghalangi-halangi membiarkan anak agar tumbuh sesuai gerak pertumbuhan alamiahnya. Sementara relevan dengan kemajuan jaman, terlenih sebuah pendidikan yang mampu mempersiapkan anak didik utnuk hidup di alam demikratis.
Pedagogi karakter ingin meletakankebebasan itu dalam tujuanyang sifatnya mengatasi kepentingan pribadi. Kebebasan dipandang sebagai sharing nilai-nilai kehidupan (Koesoema, 2007), karakter dapat dibelajarakan, dalam suatu proses yang terintegrasi dengan proses pendidikan. Maka pendidikan karakter diartikan, keseluruhan dinamika relasioanl antar pribadi dengan berbagai macam dimensi, baik dari dalam dapat semakin bertanggung jawab atas pertumbuhan dirinya sendiri sebagai pribadi dan perkembangan orang lain dalam hidup mereka. (Koesoema, 2007) Terminologi pendidikan karakter kerap disejajarkan dengan ilstilah pensisikan moral, nilai, bahkan dikaitkan dengan agama. Menurut Sudrajat (2010), pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut. Ramli (dalam Sudrajat, 2010), menyatakan bahwa pendidikan karakter memiliki esensi dan makna yang sama dengan pendidikan moral dan pendidikan akhlak. Tujuannya adalah membentuk pribadi anak, supaya menjadi manusia yang baik, warga masyarakat, dan warga negara yang baik. Adapun kriteria manusia yang baik,warga masyarakat yang baik, dan warga negara yang baik bagi suatu masyarakat atau bangsa, secara umum adalah niali-nilai sosial tertentu, yang banyak dipengaruhi oleh budaya
Makalah disajikan dalam Seminar Nasional “Pembelajaran Inovatif Berbasis Teknologi Pendidikan”, 6 Nopember 2010 di Undiksha
masyarakat dan bangsanya. Oleh karena itu, hakikat pendidikan karakter adalah pendidikan nilai dalam rangka membina kepribadian bangsa.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan, bahwa pendidikan karakter melibatkan pemahaman dan penumbuhan nilai-nilai moral. Namun pendidikan karakter tidak dapat direduksi sebagai pendidikan moral yang siifatnya personal. Demikian juga, pendidikan karakter tidak dapat disamakan begitu saja dengan pendidikan nilai, yang bisa merengkuh nilai-nilai lain yang tidak selalu harus memiliki bobot moral, namun penting bagi dasar sebuah kebersamaan dalam masyarakat plural. Pendidikan karakter memilki tujuan menumbuhkan seorang individu menjadi pribadi yang memiliki integritas moral , bukan hanya sebagai individu, namun sekaligus mampu mengusahakan sebuah ruang lingkup kehidupan yang membantu setiap individu menghayati integritas moralnya dalam tatanan kehidupan bermasyarakat. Pendidikan karakter juga memuat pendidikan nilai yang dapat menjadi acuan bagi pengayaan pribadi dan berguna dalam kerangka kehidupan bersama. Hal terpenting dalam pendidikan karakter adalah prosesnya yang tertuju pada lahirnya perilaku tertentu yang diharapkan, sesuai nilai-nilai yang termuat di dalamnya. Pendidikan karakter tidak boleh hanya berhenti pada pengajaran dan penanaman nilai, tetapi terarah pada pembentukan perilaku seseorang (O’sullivan, 2004).

Konten Pendidikan Karakter

Pendidikan karakter dimulai dengan proposisi, bahwa pengembangan karakter bertujuan mempercepat terbentuknya kebajikan pada diri seseorang, dan kebijakan itu adalah kualitas baik bagi manusia itu sendiri. Proposisi umum tersebut mengarahkan ke pertanyaan yang lebih spesifik : “kebijakan yang bagaimana yang menjadi landasan karakter yang baik bagi seseorang yang dapat disosialisasikan melalui pembelajaran di sekolah?”
Dalam makalah ini, pembangunan karakter peserta didik mengacu pada teori Isaacs (dalam Lickona, 1999), bahwa terdapat 24 kebajikan yang perlu dikembangkan sesuai dengan tahapan perkembangan peserta didik. (1) Umur 0-7 tahun, taat pada aturan (obedience) ketulusan atau keiklhasan hati (sincerity), dan penggunaan waktu secara baik (oderliness). (2) Umur 8-12 tahun, ketahanan (fortitude), usaha keras (perseverance), kerajinan (industriusness), kesabaran (patience) tanggung jawab (responsibility), keadilan (justice), dan kemurahan hati (generosity). (3) Umur 13-15 tahun, kesopanan (modesty), tidak ekstrim atau memiliki kontrol diri yang kuat (moderation), sederhana (simplisity), sanggup
Makalah disajikan dalam Seminar Nasional “Pembelajaran Inovatif Berbasis Teknologi Pendidikan”, 6 Nopember 2010 di Undiksha
berinteraksi sosial yang baik (sosialbility), bersahabat (friendship), rasa hormat (respect) rasa cinta pada tanah air (patriotism). (4) Umur 16-18 tahun, kebijaksanaan (prudence), fleksibel (flexibility), memahami (understanding), kesetiaan (loyalty), keberanian mengambil resiko untuk kebaikan (audacity), kerendahan hati (humility), dan optimis berbasis keyakinan pada Yang Maha Pencipta (optimism). Selanjutnya DeMarco (dalam Lickona, 1999) merekomendasikan 28 kebajikan, dari kepedulian (care) dan kesucian (wisdom).
Lickona (1999) membedakan peddikan karakter atas dua jenis (1) kebajikan keras (hard virtue), yaitu disiplin diri, kerja keras, ketekunan, kontrol diri, dan (2) kebajikan lunak (soft virtue), yaitu empati, keramahan (kindness), perasaan iba (compassion), dan toleransi. Konten karakter yang disebut sebagai kebajikan tersebut hendaknya disosialisasikan kepada peserta didik secara kompherensif dan objektif. Dalam konteks masyarakat demokratis, pendidikan karakter secara logika mencakup kebajikan demokratis, misalnya hormat terhadap hak individu, menjalankan kabaikan, nalar dalam berdialog, menghargai proses, toleransi terhadap perbedaan pendapat, berpatisipasi secara sukarela dalam kehidupan bermasyarakat.

Pendekatan Pengembangan Karakter

Dalam mengembangkan karakter, baik kognitif, emosional, maupun dimensi-dimensi prilaku, dibutuhkan pendekatan yang komprehensif. Pendekatan tersebut bertujuan (1) mengidentifikasi peluang perkembangan karakter dalam kehidupan kelas dan sekolah, (2) mencanakan cara-cara penanganan untuk menggunakan peluang tersubut untuk mempercepat perkembangan karakter dan meminimalisasi praktik-praktik sekolah yang bertentangan dengan karakter yang baik .
Pendekatan pembelajaran untuk mengembangkan karakter peserta didik perlu dikaji untuk mempermudah menetapkan strategi pembelajaran. Secara umum terdapat dua jenis pendekatan pengembangan karakter peserta didik, yaitu pendekatan langsung dan pendekatan tak langsung. Pendekatan langsung (konten kurikulum) dapat dilakukan dengan menjelaskan kebajikan, pemodelan kebajikan, mengarahkan peserta didik dalam proses studi kebajikan, dan mendorong peserta didik untuk praktik kebajikan. Pendekatan tak langsung (konteks lingkungan moral yang positif) dapat dilakukan dengan menyediakan pengalamanpengalaman moral yang real seperti pembelajaran kooperatif, resolusi konflik, pembelajaran pelayanan untuk membantu peserta didik memahami dan praktik kebajikan. Di samping pendekatan-pendekatan langsung dan tak langsung tersebut, terdapata pula pendekatan-
Makalah disajikan dalam Seminar Nasional “Pembelajaran Inovatif Berbasis Teknologi Pendidikan”, 6 Nopember 2010 di Undiksha
pendekatan yang lain, misalnya pembelajaran pengembangan berpikir kritis, pembelajaran membantu peserta didik mengerjakan sesuatu yang benar dalam kasus-kasus yang pasti dan membantu mereka menggambarkan solusi terpadu tentang masalah moral menyangkut konflik kebajikan. Pembelajaran melawan upaya destruktif terhadap lingkungan pemecahan masalah tentang praktik aborsi untuk menghormati kehidupan sebelum lahir dan dukungan terhadap kaum perempuan, juga termasuk pendekatan pengembangan karakter.

Strategi Pembelajaran Pengembangan Karakter

Lickona (1999) menganjurkan 9 (sembilan) strategi pembelajaran untuk mengembangkan karakter peserta didik, yaitu (1) guru sebagai pemberi kepedulian, model moral, dan penasehat moral, (2) menciptakan komunitas sekolah yang peduli, (3) penegakan disiplin moral, (4) menciptakan lingkungan kelas yang demokratis, (5) Pengajaran kebajikan sesuai konten kurikulum, (6) pembelajaran kooperatif, (7) pembelajaran hati nurani, (8) refleksi etik, dan (9) pengajaran konflik.

1. Guru sebagai pemberi kepedulian, model moral, dan penasehat moral

Dalam kelas, moral guru memiliki pengaruh secara langsung terhadap pertumbuhan moral peserta didik. Kadar pertumbuhan moral tersebut sangat bergantung pada kuwalitas hubungan yang mampu disertakan oleh guru pada peserta didik selama pembelajaran berlangsung dikelas. Melalu hubungan-hubungan yang mampu diciptakan, guru dapat mengerahkan pengaruh moral positif dalam tiga cara, yaitu menghormati dan memperdulikan peserta didiknya, memberikan contoh yang baik, dan menyediakan bimbinggan moral secara langsung.

2. Menciptakan komunitas kelas yang peduli

Peserta didik sangat perlu untuk peduli tidak hanya terhadap orang yang lebih tua, tetapi juga terhadap satu sama lain. Apabila mereka memiliki perasaan saling memiliki, maka mereka akan saling memperdulikan mereka satu sama lainnya. Untuk tujuan tersebut, guru dapat menciptakan komunitas kelas yang memiliki kepedulian, dan guru membantu peserta didik untuk (1) mengetahui satu sama lain sebagai individu, (2) menghormati dan peduli satu sama lain, (3) merasakan suatu nilai sebagai anggota kelompok. Membanggun konunitas kelas seperti itu akan berkontribusi terhadap tumbuhnya suasana kelas yang mengikat peningkatan partisipasi peserta didik dalam diskusi.

3. Penegakan disiplin moral

Penegakan disiplin daapat menjamin tumbuh kembangnya peserta didik. Oleh sebab itu, guru hendaknya membantu mereka mengembangkan penalaran moral, disiplin diri, dan hormat kepada orang lain. Aturan hendaknya ditegakkan dengan cara yang memungkinkan peserta didik meningkat melihat standar moral (misalnya kesopanan (courtesy) dan kepedulian (caring)) yang ditetapkan dalam aturan tersebut. Hal yang perlu diperhatikan, bahwa jangan sampai menjanjikan hadiah atau mengancam dengan hukuman, karena kedua hal ini bersifat ekstrinsik. Guru yang menggunakan disiplin moral dalam pembelajaran di kelas dapat menjamin bahwa peserta didiknya memahami dasar moral tersebut terkait dengan peraturan yang ditetapkan di kelas. Dalam menetapkan aturan kelas tersebut, guru perlu menjelaskan, bahwa tujuannya bukan untuk mencari kesalahan, namun untuk menanamkan kejujuran, keterbukaan, dan kerelaan untuk mengambil tanggung jawab atas segala sesuatu yang dilakukan. Dengan demikian, peserta didik senantiasa belajar bahwa ketika mereka melakukan kesalahan akan memiliki kesanggupan untuk memperbaiki kesalahan tersebut dengan penuh kesadaran.

4. Menciptakan lingkungan kelas yang demokratis

Strategi ini melibatkan keikutsertaan peserta didik dalam pengambilan keputusan yang mampu menungkatkan tanggung jawab mereka untuk membuat kelas menjadi tempat bealajar yang baik. Strategi yang dapat dilakukan untuk menciptakan lingkungan kelas yang demokratis adalah dengan mengadakan pertemuan-pertemuan kelas dalam rangka mengerjakan pekerjaan rumah. Gagasan pertemuan kelas, bahwa hal tersebut membuat peserta didik merasakan alasan-alasan mereka dalam diskusi masuk akal dan bermanfaat, sehingga mereka dapat membantu pemecahan masalah. Pertemuan-pertemuan kelas sangat perlu dilakukan untuk mengajak peserta didik berdemokrasi melalui kesadaran bertanggung jawab atas segala sesuatu yang harus dikerjakan. Moto yang perlu diikuti, bahwa “jika guru menginginkan siswa mengembangkan tanggung jawab, mereka harus memiliki tanggung jawab”.

5. Pengajaran kebajikan sesuai konten kurikulum

Terkait dengan pengajaran kebijakan melalui konten kurikulum, guru perlu mencermati tingkatan kelas. Yang perlu diperhatikan oleh guru adalah : pertanyaan moral
Makalah disajikan dalam Seminar Nasional “Pembelajaran Inovatif Berbasis Teknologi Pendidikan”, 6 Nopember 2010 di Undiksha
yang bagaimana dan pelajaran karakter yang bagaimana yang ada dalam mata pelajaran yang saya ampu? Bagaimana mungkin saya membuat pertanyaan-pertanyaan dan pelajaran tersebut menjadi penting bagi peserta didik?
Guru sains dapat mendesain pelajarannya agar peserta didik dapat menampilkan ketelitian dan kebenaran pelaporan data dan menyajikan temuan secara ilmiah. Guru ilmu sosial dapat mempertanyakan tentang keadilan sosial, dilema moral aktual yang diungkap oleh sejarah, dan tindakan baik bagi masyarakat sebagai warga negara. Guru sastra dapat mengajak peserta didiknya menganalisis keputusan moral, kekuatan dan kelemahan moral terkait dengan karakter novel atau cerita singkat. Guru matematika dapat menugaskan peserta didiknya untuk melakukan penelitian dan membuat grafik kecenderungan masyarakat yang baik secara moral. Semua guru dapat mengajak peserta didik mempelajari kaum laki-laki atau perempuan yang telah mampu mencapai perbedaan moral atau intelektual dalam kehidupan mereka masing-masing.

6. Pembelajaran Kooperatif.

Pembelajaran kooperatif mengajak peserta didik untuk praktik mengembangkan kompetensi-kompetensi social dan moral, seperti kebiasaan memikirkan penghormatan terhadap orang lain, kemampuan bekerja sebagai bagian dari sebuah tim dan kapasitas untuk mengapresiasi orang lain, dalam waktu yang sama membawa mereka mempelajari materi akademik. Pembelajaran kooperatif juga berkontribusi terhadap perkembangan kohesivitas dan kepedulian komunitas kelas dengan memperkecil jurang pemisah sebagai akibat perbedaan etnik, ras dan hambatan-hambatan social lain dan dengan mengintegrasikan setiap siswa ke dalam struktur social yang kecil dari kelompok kooperatif.
Agar efektif sebagai strategi perkembangan akademik dan karakter peserta didik, pembelajaran kooperatif harus di desain mencakup saling ketergantungan dan tanggung jawab individu ( Borich, 2007 ). setiap anggota kelompok harus dibutuhkan, dan setiap orang harus secara bebas menunjukkan penguasaan materi dari suatu kesimpulan hasil kerja sama. Waktu harus disediakan untuk mengajar peserta didik keterampilan dan aturan-aturan yang mereka perlukan untuki kerja sama secara efektif. Waktu juga harus disediakan untuk mengajak mereka dalam mereflesikan kerja kooperatif yang baik yang harus dilakukan terkait dengan tugas-tugas yang diberikan dan bagaimana mereka menampilkan kemajuan yang dibutuhkan pada waktu berikutnya. Kelas dapat mengembangkan paduan yang membantu
Makalah disajikan dalam Seminar Nasional “Pembelajaran Inovatif Berbasis Teknologi Pendidikan”, 6 Nopember 2010 di Undiksha
mencegah masalah dan menyediakan kriteria untuk mereflesikan upaya-upaya mereka. Contoh panduan kera sama adalah “Anggota kelompok memiliki kontribussi terbaik.“ apabila
(1) setiap anggota ramah satu sama lain, (2) tidak ada anggota yang tidak bekerja, (3) setiap anggota mendengarkan dan menghargai gagasan setiap kelompok, (4) setiap anggota memiliki tugas masing-masing, (5) tidak ada anggota yang meninggalkan tugasnya, (6) tidak ada yang protes, dan (7) selalu saling memuji. Pembelajaran kooperatif dapat mengajak peserta didik untuk mengubah paradigm dari I alone atau I instead of you menjadi I as well as you.

7. Pembelajaran hati nurani

Karakter pribadi kita sering mempengaruhi kehidupan orang lain melalui kualitas kerja yang kita lakukan. Ketika kita mengerjakan pekerjaan dengan baik, orang lain merasakan manfaat yang baik, ketika kita mengerjakannya dengan buruk, orang lain merasakan kerugian. Satu yang terpenting, adalah “suara” dan “hati nurani”, sehingga hati nurani yang menunjukan kesanggupan, suara itu menyatakan “do a good job”. Hal itu menandakan karakter manusia.
Peserta didik memiliki kesanggupan untuk mengembangkan hati nurani yang baik dan pekerjaan yang berkaitan dengan berbagai kualitas karakter, yaitu (1) disiplin diri, mencakup kemampuan menunda keadaan yang menyenangkan untuk mengejar tujuan-tujuan berikutnya, (2) ketekunan, (3) ketergantungan untuk bekerja dengan baik, (4) kecerdasan, dan (5) tanggung jawab. Guru membantu peserta didik mengembangkan pekerjaan terkait dengan kualitas karakter apabila mereka mampu menunjukan contoh tanggung jawab kerja baik melalui pembelajarannya (menyiapkan pembelajaran dengan baik dan tepat waktu, dan memberikan bantuan ekstra apabila diperluakan), mengkombinasiakn harapan dan dukungan tinggi, menyediakan kurikulum yang mendorong semua siswa, dan menugaskan siswa dengan pekerjaan rumah yang bermakna.

8. Refleksi etik

Strategi ini fokus pada pengembangan bermakna dari sisi kognitif, khususnya memberikan pembelajaran kepada siswa tentang kebijakan, bagaimana mereka bisa memiliki kebiasaan praktik yang memuaskan kehidupan, dan bagaimana mengambil tanggung jawab mengembangkan karakter masing-masing. Peserta didik didorong untuk Menunjukkan tujuan sehari-hari dalam memperbaiki praktik mereka mengenai kebajikan yang esensial, seperti
Makalah disajikan dalam Seminar Nasional “Pembelajaran Inovatif Berbasis Teknologi Pendidikan”, 6 Nopember 2010 di Undiksha
hormat ( respect ), kerjasama ( coorperative ), dan kemurahan hati ( generosity). Di akhir hari itu, mereka melakukan penilaian diri sendiri, apabila mereka memilih, rekam kemajuan mereka dalam jurnal pribadi. Penunjukan tujuan harian ini merupakan hal yang cukup penting untuk mengembangkan kebiasaan dan kerelaan diri yang baik.

9. Pengajaran Resolusi Konflik

Pembelajaran resolusi konflik tanpa intimidasi adalah bagian yang sangat penting dalam pengembangan karakter peserta didik. Rasionalnya, adalah (1) konflik tidak pasti mengubah dengan jujur mengikis suatu komonitas moral dalam kelas, (2) tanpa keterampilan resolusi konflik, peserta didik akan cacat secara moral dalam hubungan interpersonal mereka dalam kehidupannya sekarang dan kemudian hari dan barangkali berujung pada kekerasan di sekolah dan masyarakat.
Terdapat banyak cara mengajar keterampilan resolusi konflik dalam kelas. Ketika dua orang peserta didik mengalami konflik, guru segera memberhentikan tindakan mereka yang menyebabkan konflik tersebut dan menggunakannya sebagai momen pembelajaran. Guru dapat membina dua peserta didik yang lain yang tidak terlibat dalam konflik tersebut untuk tempil di depan kelas untuk memerankan suatu solusi positif terhadap konflik tersebut. Guru lalu menganjurkan seluruh peserta didik dalam kelas untuk memberikan saran. Dua peserta didik yang terlibat dalam konflik diminta untuk bertindak yang bukan merupakan solusi positif yang merepresentasikan apa yang mereka lihat dan dengar. Keterampilanketerampilan tersebut menjadi bagian karakter peserta didik yang telah dipelajari sebelumnya dan sering dipraktekkan.

Evaluasi Proses dan Produk Pengembangan Karakter

Evaluasi proses dan produk pengembangan karakter ditujukan pada 3 (tiga) hal, yaitu
(1) kemajuan karakter peserta didik yang dapat diamati atau yang dapat didokumentasikan dalam lingkungan kelas, (2) pengaruh-pengaruh karakter di luar lingkungan sekolah, dan (3) aktivitas kehidupan peserta didik setelah mereka tamat.

1. Evaluasi terhadap kemajuan karakter peserta didik yang dapat diamati atau yang dapat di dokumentasi dalam lingkungan kelas

Sekolah seyogyanya memiliki program pendidikan karakter. Hal ini penting agar sekolah dapat menjadi tempat yang lebih baik bagi peserta didik. Program tersebut dapat mempengaruhi terjadinyaperubahan yang positif sikap dan prilaku peserta didiknya. Dalam konteks ini, evaluasi dapat dilakukan dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan (1) sudahkah keikutsertaan peserta didik berlangsung? Pertentangan dan penskorsan dihentikan? Perukan karya-karya seni berkurang? Kejadian-kejadian pembiusan diminimalisasi? Sikap menentang penjiplakan, dan laporan diri tentang penjiplakan dapat ditingkatkan? Guru dapat menilai seperti itu sebelum dan setelah program dijalankan dengan pencatatan prilaku-prilaku yang dapat diamati atau dengan angaket tanpa nama, tujuannya adalah untuk mengukur pertimbangan moral peserta didik. Misalnya, apakah mencontek pada saat ulangan adalah tindakan keliru? Tujuan lainnya, juga untuk mengukur komitmen moral mereka. Apakah anda akan mencontek jika anda yakin dengan hal-hal yang tidak mengerti? Angket juga bertujuan untuk mengukur prilaku moral terkait dengan laporan diri. Berapa kali anda telah mencontek dalam ulangan akhir semester?

2. Evaluasi terhadap pengaruh-pengaruh karakter di luar lingkungan sekolah

Dalam hal ini, evaluasi dapat dilakukan terhadap prilaku-prilaku peserta didik di luar kelas, misalnya keterlibatan mereka dalam aktivitas prososial, termasuk membantu orang lain jika dibutuhkan, juga termasuk upaya mempertahankan keyakinan moral. Upaya untuk menahan diri tidak melakukan perbuatan mencuri di toko dengan pura-pura sebagai pembeli. Menahan diri dari prilaku-prilaku yang beresiko tinggi, seperti peminum. Sama halnya dengan prilaku di sekolah, prilaku-prilaku tersebut dapat dinilai berdasarkan surve laporan diri tanpa nama.

3. Evaluasi terhadap aktivitas kehidupan peserta didik setelah mereka tamat.

Hal ini merupakan pengukuran jangka panjang terhadapa karakter peserta didik. Apa yang bisa dilakukan oleh peserta didik setelah mereka lulus, misalanya menjadi orang tua yang bertanggung jawab, menjadi warga Negara yang baik, menjadi anggota komonitas yang produktif, semuanya dapat dinilaimelalui penelitian jangka panjang di luar kapasitas sekolah. Penelitian dilakukan untuk mengukur sisi prilaku karakter, misalnya sifat menolong, sisi kognitif karakter, misalnya menjadi pemikir yang baik dalam upaya menemukan resolusi konflik di masyarakat, sisi sikap atau emosional karakter, misalkan menampilkan nilai-nilai demokratis di masyarakat, seperti keyakinan bahwa semua anggota kelompok memiliki hak untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan yang dapat mempengaruhi aktivitas kelompok.

Daftar Rujukan

Borich, G. D. 2007. Effective Teaching Method: Research Based Practice. Sixth Edition. New Jersey, Columbus, Ohio: Pearson Prentice Hall.
Lickona, T. 1999. Character Education: The Education Of Virtue. In Regeluth, C. M. (Ed.): Instructional Design Theories And Model: A New Paradigm Of Instructional Theory. 591-612. United States Of America: Lawrence Erlboum Associates, Inc.
Koesoema, D. 2007. Pendidikan Karakter: Strategi Mendidik Anak Di Zaman Global. Jakarta: PT. Grasindo.
O’sullivan, s. 2004. Books to live by: using children’s literature for character education. The reading teacher. 57(7). 640-645. http://vnweb.hwwilsonweb.com.jerome. stjohns.edu:81.
Sudrajat, A. 2010. Konsep Pendidikan Karakter. http://akhmadsudrajat.wordpress.com/ 2010/09/15/konsep-pendidikan-karakter/
Suyanto, 2010. Urgensi pendidikan karakter. http://waskitamandiribk.wordpress.com/ 2010/06/02urgensi-pendidikan-karakter/

Artikel Terkait



0 komentar:

Posting Komentar

Chat Area

Advertise

 
Made Agus Suryadarma Prihantana, S. Pd / S2 Teknologi Pembelajaran / Undiksha