Deskripsi (1) paradigma, (2) konsep, (3) dalil, dan (4) teori.

Dalam kesempatan ini penulis mencoba mendeskripsikan sekaligus mengemukakan perbedaan unsur-unsur bahasa keilmuwan yang meliputi: (1) paradigma, (2) konsep, (3) dalil, dan (4) teori.

1.    Paradigma

Dalam Kamus Tesaurus Bahasa Indonesia, yang dimaksud dengan Paradigma adalah arketipe, ideal, model, patron, pola (Depdiknas, 2008: 356). Denzin & Lincoln (dalam Basuki, 2006: 35) mendefinisikan paradigma sebagai:

 “Basic belief system or worldview that guides the investigator, not only in choices of method but in ontologically and epistomologically fundamental ways. Paradigm as Basic Belief Systems Based on Ontological, Epistomological, and Methodological Assumptions. A paradigm may be viewed as a set of basic beliefs (or metaphysics) that deals with ultimates or first principle.”

Pengertian tersebut mengandung makna paradigma adalah sistem keyakinan dasar atau cara memandang dunia yang membimbing peneliti tidak hanya dalam memilih metoda tetapi juga cara-cara fundamental yang bersifat ontologis dan epistomologis, dan metodologi. Suatu paradigma dapat dipandang sebagai seperangkat kepercayaan dasar (atau yang berada di balik fisik yaitu metafisik) yang bersifat pokok atau prinsip utama. Sedangkan Guba (dalam Basuki, 2006: 35) menyatakan suatu paradigma dapat dicirikan oleh respon terhadap tiga pertanyaan mendasar yaitu pertanyaan ontologi, epistomologi, dan metodologi.

Paradigma
(3 Pertanyaan Dasar Versi Guba)
  
  1. Ontologi: Apakah hakikat dari sesuatu yang dapat diketahui? Atau apakah hakikat dari realitas? Secara lebih sederhana, ontologi dapat dikatakan mempertanyakan tentang hakikat suatu realitas, atau lebih konkret lagi, ontologi mempertanyakan hakikat suatu fenomena.
  2. Epistomologi: Apakah hakikat hubungan antara yang ingin mengetahui (peneliti) dengan apa yang dapat diketahui? Secara lebih sederhana dapat dikatakan epistomologi mempertanyakan mengapa peneliti ingin mengetahui realitas, atau lebih konkret lagi epistomologi mempertanyakan mengapa suatu fenomena terjadi atau dapat terjadi.
  3. Metodologi: Bagaimana cara peneliti menemukan pengetahuan? Secara lebih sederhana dapat dikatakan metodologi mempertanyakan bagaimana cara peneliti menemukan pengetahuan, atau lebih konkret lagi metodologi mempertanyakan cara atau metoda apa yang digunakan oleh peneliti untuk menemukan pengetahuan? 
 
Paradigma
(3 Pertanyaan Dasar Versi Denzin & Lincoln)

  1. Pertanyaan ontologi: “Apakah bentuk dan hakikat realitas dan selanjutnya apa yang dapat diketahui tentangnya?” 
  2. Pertanyaan epistomologi: “Apakah hakikat hubungan antara peneliti atau yang akan menjadi peneliti dan apa yang dapat diketahui."
  3. Pertanyaan metodologi: “Bagaimana cara peneliti atau yang akan menjadi peneliti dapat menemukan sesuatu yang diyakini dapat diketahui.”
     
    Dalam komunitas Sosiologi, definisi paradigma yang banyak digunakan mengacu pada definisi dari George Ritzer. Menurut Ritzer dalam buku: Sociology A Multiple Paradigm Science (1975): paradigma merupakan gambaran fundamental tentang pokok permasalahan dalam suatu ilmu pengetahuan. Paradigma membantu memberikan definisi tentang apa yang harus dipelajari, pertanyaan apa yang harus dikemukakan, bagaimana pertanyaan itu dikemukakan, dan peraturan apa yang harus dipatuhi dalam menginterpretasi jawaban yang diperoleh. 
    Lain halnya dengan tokoh-tokoh yang disebutkan di atas, menurut Creswell (1994: 6), paradigma merupakan landasan untuk mencari jawaban atas lima pertanyaan mendasar, yaitu ontologi, epistomologi, aksiologi, retorika, dan metodologi. Aksiologi adalah jawaban atas pertanyaan apa peranan nilai, sedang retorika adalah jawaban atas pertanyaan apa bahasa yang digunakan dalam penelitian. 
    Dengan mengacu pandangan para tokoh tersebut dapat disimpulkan paradigma adalah sistem keyakinan dasar yang berlandaskan asumsi ontologi, epistomologi, aksiologi, retorika, dan metodologi atau dengan kata lain paradigma adalah sistem keyakinan dasar sebagai landasan untuk mencari jawaban atas pertanyaan apa itu hakikat realitas, apa hakikat hubungan antara peneliti dan realitas, dan bagaimana cara peneliti mengetahui realitas.
     
    2.    Konsep
    Konsep merupakan pengertian atau pemahaman tentang sesuatu (yang berasal dari fakta), dan pemahaman itu berada pada akal budi atau rasio manusia. Konsep selalu dipikirkan oleh manusia, dan oleh karenanya menjadi pemikiran manusia. Bagi seseorang atau peneliti yang memiliki konsep tertentu atau konsep tentang sesuatu maka konsep tersebut harus dituliskan agar dapat dipahami oleh orang lain (Erwin, 2008).
    Woodruff (dalam Rahman, 2009), mendefinisikan konsep sebagai berikut: 
    (1) suatu gagasan/ide yang relatif sempurna dan bermakna, (2) suatu pengertian tentang suatu objek, (3) produk subjektif yang berasal dari cara seseorang membuat pengertian terhadap objek-objek atau benda-benda melalui pengalamannya (setelah melakukan persepsi terhadap objek/benda). Pada tingkat konkrit, konsep merupakan suatu gambaran mental dari beberapa objek atau kejadian yang sesungguhnya. Pada tingkat abstrak dan komplek, konsep merupakan sintesis sejumlah kesimpulan yang telah ditarik dari pengalaman dengan objek atau kejadian tertentu.
    Dengan menggunakan definisi pembentukan konsep, Woodruff menyarankan bahwa suatu pernyataan konsepsi dalam suatu bentuk yang berguna untuk merencanakan suatu unit pengajaran ialah suatu deskripsi tentang sifat-sifat suatu proses, struktur atau kualitas yang dinyatakan dalam bentuk yang menunjukkan apa yang harus digambarkan atau dilukiskan sehingga siswa dapat melakukan persepsi terhadap proses, struktur atau kualitas bagi dirinya sendiri. Dalam hal ini, Woodruff (dalam Rahman, 2009) telah mengidentifikasi 3 macam konsep yaitu (1) konsep proses: tentang kejadian atau perilaku dan konsekuensi-konsekuensi yang dihasilkan bila terjadi, (2) konsep struktur: tentang objek, hubungan atau struktur dari beberapa macam, dan (3) konsep kualitas: sifat suatu objek atau proses dan tidak mempunyai
    eksistensi yang berdiri sendiri. Pemahaman konsep diperoleh melalui proses belajar. Sedangkan belajar merupakan proses kognitif yang melibatkan tiga proses yang berlangsung hampir bersamaan. Ketiga proses tersebut adalah : (1) memperoleh informasi baru, (2) transformasi informasi, dan (3) menguji relevansi dan ketetapan pengetahuan. Dahar (dalam Syamri, 2010).
    Berdasarkan paparan tersebut, dapat disimpulkan konsep adalah ide, gagasan, sketsa awal pemikiran manusia yang bersifat abstrak tentang suatu hal yang diperolehnya melalui pengalaman, proses belajar, dan pengetahuan awal serta memiliki unsur kebermaknaan.
     
    3.    Dalil
    Dalil atau Kaidah adalah rumusan asas yang menjadi hukum dan aturan yang sudah pasti yang selanjutnya menjadi patokan. Etimologi Dalil berasal dari istilah bahasa Arab yang berarti "aturan" (Wikipedia, 2010). Dalam Kamus Bahasa Indonesia (Depdiknas, 2008), dalil adalah keterangan yg dijadikan bukti atau alasan suatu kebenaran (terutama berdasarkan kalimat-kalimat ayat Quran). Dalil dapat juga hipotesis yang sudah diuji kebenarannya.
    Istilah dalil menurut pengertian bahasa mengandung beberapa makna, yakni: penunjuk, buku petunjuk, tanda atau alamat, daftar isi buku, bukti, dan saksi. Ringkasnya, dalil ialah penunjuk (petunjuk) kepada sesuatu, baik yang material (hissi) maupun yang non material (ma’nawi). Rusli, (dalam Mauludin, 2010).
    Sedangkan secara istilah, para ulama ushul fiqih mengemukakan beberapa definisi, diantaranya adalah sebagai berikut. Rusli, (dalam Mauludin, 2010)
    1.      Menurut Abd al-Wahhab al-Subki, dalil adalah sesuatu yang mungkin dapat mengantarkan (orang) ---dengan menggunakan pikiran yang benar--- untuk mencapai objek informatif yang diinginkannya.
    2.      Menurut Al-Amidi, para ahli Ushul Fiqih biasa memberi definisi dalil dengan “sesuatu yang mungkin dapat mengantarkan orang kepada pengetahuan yang pasti menyangkut objek informatif”.
    3.      Menurut Wahbah al-Zuhaili dan Abd al-Wahhab Khallaf, dalil adalah sesuatu yang dijadikan landasan berpikir yang benar dalam memperoleh hukum syara yang bersifat praktis.

    4.    Teori
    Teori adalah serangkaian bagian atau variabel, definisi, dan dalil yang saling berhubungan yang menghadirkan sebuah pandangan sistematis mengenai fenomena dengan menentukan hubungan antar variabel, dengan menentukan hubungan antar variabel, dengan maksud menjelaskan fenomena alamiah. Labovitz dan Hagedorn mendefinisikan teori sebagai ide pemikiran “pemikiran teoritis” yang mereka definisikan sebagai “menentukan” bagaimana dan mengapa variable-variabel dan pernyataan hubungan dapat saling berhubungan (Wikipedia, 2011).
     
    Kerlinger (1993: 9)
    “A theory is a set of interrelated constructs (concepts), definitions, and propositions that present a systematic view of phenomena by specifying relations among variables, with the purpose of explaning and predicting the phenomena.”
     
    Di dalam definisi ini terkandung tiga konsep penting. Menurut Kerlinger (dalam Waluyo, 2008) teori dinyatakan sebagai sebuah set dari proposisi yang mengandung suatu pandangan sistematis dari fenomena. Terdapat tiga hal yang perlu diperhatikan dalam mencermati lebih jauh mengenai teori, yakni :
    1. Teori adalah sebuah set proposisi yang terdiri dari konstrak (construct) yang sudah didefinisikan secara luas dan dengan hubungan unsur-unsur dalam set tersebut secara jelas
    2. Teori menjelaskan hubungan antar variabel atau antar konstrak sehingga pandangan yang sistematik dari fenomena fenomena yang diterangkan oleh variable dengan jelas kelihatan
    3. Teori menerangkan fenomena dengan cara menspesifikasi variable satu berhubungan dengan variable yang lain.
    Teori sebagai alat ilmu
    Teori dinyatakan pula sebagai alat dari ilmu (tool of science), sedangkan perannya meliputi :
    1. Mendifinisikan orientasi utama dari ilmu dengan cara memberikan definisi terhadap jenis-jenis data yang akan dibuat
    2. Teori memberikan rencana konseptual, dengan rencana fenomena-fenomena yang relevan disistematisasi, diklasifikasi dan dihubung-hubungkan.
    3. Teori memberi ringkasan terhadap fakta dalam bentuk generalisasi empiris dan system generalisasi
    4. Teori memberikan prediksi terhadap faktaTeori memperjelas celah-celah dalam pengetahuan kita.

     


Daftar Pustaka
______. 2009. “Macam-Macam Pengertian Teori”. Tersedia pada http://bocahbancar.files.wordpress.com/2009/01/macam-macam-pengertian-teori.doc. diakses pada 9 Oktober 2011)
Akhmad Sudrajat. 2008. “Hakikat Teory”. Tersedia pada http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/02/07/hakikat-teori/. (diakses pada 9 Oktober 2011)
Basuki, H. 2006. Penelitian Kualitatif untuk Ilmu-Ilmu Kemanusiaan dan Budaya. Universitas Gunadarma.
Depdiknas. 2008. Kamus Bahasa Indonesia. Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional
Depdiknas. 2008. Kamus Tesaurus Bahasa Indonesia. Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional
Erwin. 2008. “Filsafat Ilmu”. Tersedia pada http://erwini.files.wordpress.com/2008/11/04-bab-3-filsafat-ilmu.doc. (diakses pada 10 Oktober 2011)
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 81 Tahun 1999 tentang Pengamanan Rokok bagi Kesehatan. 1999. Jakarta: Presiden Republik Indonesia.
Rahman. 2009. “Pengertian Paradigma”. Tersedia pada http://devirahman.wordpress.com/2009/04/24/pengertian-paradigma/ (diakses tanggal 10 Oktober 2011).
Syamri. 2010. “Pengertian Konsep”. Tersedia Pada http://id.shvoong.com/writing-andspeaking/2035426-pengertian-konsep/. (diakses tanggal 9 Oktober 2011).
Waluyo, Djoko A. 2008. “Hubungan Teori dan Fakta”. Tersedia pada http://filsafat-ilmu.blogspot.com/2008/01/hubungan-teori-fakta.html. (diakses pada 9 Oktober 2011).
Wikipedia. 2011. “Teori”. Tersedia pada http://id.wikipedia.org/wiki/Teori. (diakses pada 9 Oktober 2011).






Artikel Terkait



0 komentar:

Posting Komentar

Chat Area

Advertise

 
Made Agus Suryadarma Prihantana, S. Pd / S2 Teknologi Pembelajaran / Undiksha