Difusi dan Adopsi dalam Teknologi Pembelajaran

Pendahuluan
Di awal tulisan ini, Garland mengemukakan tugas dari teknolog pendidikan adalah mempromosikan pemakaian teknologi dan metode-metode baru dalam pembelajaran, bukan hanya dipraktekkan pada tempat masing-masing, namun lebih dari pada itu dapat digunakan oleh siapa saja dan dimana saja.
Difusi menurut Roger (1985) adalah proses berkomunikasi melalui strategi yang terencana dengan tujuan untuk diadopsi. Tujuan akhir yang ingin dicapai ialah untuk terjadinya perubahan. Selama bertahun-tahun, kawasan pemanfaatan (using) dalam teknologi pembelajaran dipusatkan pada aktivitas guru dan ahli media yang membantu guru. Model dan teori pemanfaatan dalam kawasan pemanfaatan cenderung terpusat pada perspektif pengguna. Akan tetapi, dengan diperkenalkannya konsep difusi adopsi pada akhir tahun 1960-an yang mengacu pada proses komunikasi dan melibatkan pengguna dalam mempermudah proses adopsi gagasan, perhatian kemudian berpaling ke perspektif penyelenggara.
Rogers (1983) juga melakukan studi tentang difusi inovasi, yang mencakup berbagai disiplin ilmu. Hasil studinya telah memperkuat pandangan tentang pentahapan, proses, serta variabel yang dapat mempengaruhi difusi. Dari hasil studi ini dapat disimpulkan bahwa pemanfaatan bergantung pada upaya membangkitkan kesadaran, keinginan mencoba dan mengadopsi inovasi.
Dengan demikian, difusi dan adopsi teknologi pembelajaran pada dasarnya membangkitkan kesadaran teknolog pembelajaran untuk memanfaatkan, menerapkan dan mengadopsi teknologi untuk meningkatkan kualitas pembelajaran.
Teknologi Pembelajaran tumbuh dari praktek pendidikan dan gerakan komunikasi audio visual. Teknologi Pembelajaran semula dilihat sebagai teknologi peralatan, yang berkaitan dengan penggunaan peralatan, media dan sarana untuk mencapai tujuan pendidikan atau dengan kata lain mengajar dengan alat bantu audio-visual. Teknologi Pembelajaran merupakan gabungan dari tiga aliran yang saling berkepentingan, yaitu media dalam pendidikan, psikologi pembelajaran dan pendekatan sistem dalam pendidikan. ( Seels & Richey, 1994).
Menurut Garland lagi bahwa Teknologi Pembelajaran diartikan oleh sebagian kalangan berarti perangkat keras dan perangkat lunak atau teknologi yang digunakan dalam pendidikan. Dalam difusi dan adopsi teknologi pembelajaran, tentunya teknologi pembelajaran diartikan lebih dari sekedar pengertian di atas. Teknologi pembelajaran diartikan lebih dari sekedar pengertian teknologi, seperti yang digambarkan Jacques Ellul dalam The Technological Society (1964). Dalam pandangan Jacques Ellul pengertian teknologi adalah memasukkan di dalamnya mesin-mesin, teknik-teknik, dan keseluruhan yang dihasilkan oleh masyarakat.
Dengan demikian, bagi seorang teknolog pembelajaran, agar sukses dalam mengadopsi teknologi pembelajaran itu sendiri harus memperluas pandangan mengenai makna teknologi pembelajaran untuk diperkenalkan, disebarluaskan dan diadopsi.

Manfaat
Menurut Miarso (2007) teknologi pendidikan merupakan konsep yang kompleks. Ia dapat digali dari berbagai segi dan kepentingan. Kecuali itu teknologi pendidikan sebagai suatu bidang kajian ilmiah, senantiasa berkembang sesuai dengan perkembangan ilmu dan teknologi yang mendukung dan mempengaruhinya. Fokus dari teknologi pendidikan yang dipersempit menjadi teknologi pembelajaran adalah memecahkan masalah belajar yang bertujuan, terarah dan terkendali.
Teknologi pendidikan mengadaptasikan konsep pendekatan sistem sebagai kerangka berpikir. Tatakerja pendekatan sistem menelaah masalah pendidikan atau belajar dari berbagai sudut pandang hingga menghasilkan beberapa alternatif. Penyelesaian masalah dipilih dari alternatif tadi. Pendekatan sistem juga memandu pola berpikir penyelesaian masalah dengan efisiensi. Banyak sekali faktor yang dapat menghambat atau mendukung terjadinya proses belajar. Upaya teknologi pendidikan bersifat kongkrit, yaitu penciptaan atau rancangan lingkungan belajar, atau sering disebut faktor eksternal belajar.
Dalam tulisan Garland tersebut, manfaat adopsi teknologi pembelajaran dalam pengertian yang lebih luas adalah need assessment, instruksional design, penggunaan komputer, pemilihan media, dan evaluasi. Dalam pelatihan juga dapat lebih efisiensi dan meningkatkan kinerja dalam pelaksanaan pelatihan. Manfaat terpenting juga dari adopsi teknologi pembelajaran adalah dengan menggunakan pendekatan sistem untuk mengembangkan program pelatihan. Intinya manfaat dari adopsi teknologi pembelajaran adalah memecahkan masalah belajar dan pembelajaran baik secara internal maupun eksternal. Dengan demikian, mengadopsi teknologi pembelajaran ini adanya indikator menjadi sebuah pembelajaran yang efektif (Wotruba & Wright: 1975); 1) pengorganisasian materi dengan baik; 2) komunikasi secara efektif; 3) penguasaan dan antusiasme dalam pembelajaran; 4) sikap positif terhadap siswa; dan 5) keluwesan dalam pembelajaran.
Dengan demikian, dalam adopsi teknologi pembelajaran adalah dapat meningkatkan kualitas pembelajaran dan hasil belajar dari individu yang berbeda-beda; dapat menggunakan teknik, metode atau model pembelajaran yang baru/teknologi baru untuk meningkatkan kinerja guru dan memperbaiki mutu pendidikan.

Penghalang
Ada beberapa faktor utama yang menjadi penghalang dalam difusi dan adopsi teknologi pembelajaran, yaitu isu penduduk (people issues) termasuk adat istiadat, resiko yang ditanggung, ketiadaan pengetahuan, dan penerimaan pengguna. Faktor lainnya adalah isu cost/biaya yang dikeluarkan dan isu infra struktur.

People Issues

Mengembangkan kultur di dalam satu lembaga; institusi atau di dalam satu organisasi dapat bertindak sebagai suatu penghalang untuk berubah. Kesukaran bertemu dengan kelas tempat terbuka pindah yang mendekati dari Britania Raya ke Amerika Serikat pada tahun 1960 (Garner, 1989) adalah suatu contoh. Contoh lain suatu penghalang adalah tradisi menemukan di dalam kebanyakan organisasi bisnis dengan turunkan pekerjaan menggunakan komputer kepada para bawahan. Sebagai hasil tradisi ini, banyak eksekutip tidak secara teratur menggunakan komputer dan bahkan boleh dikatakan, segan untuk menggunakan.
Perubahan menjadi satu penghalang, ketika itu membuat ketidak-pastian. Dalam keadaan normal orang-orang bersifat segan untuk mengubah dirinya jika berbagai hal sedang bekerja dengan baik. Sebagai konsekwensi, gagasan-gagasan baru sekitar bagaimana caranya berkembang dan melakukan pelatihan tidak akan diterima hanya karena belum diujicobakan atau kelihatannya terlalu penuh resiko. Sebagai contoh, mungkin ada perhatian bahwa mengubah dari instruktur tradisional yang dipimpin untuk mengubah strategi, seperti penyerahan yang berbasis-komputer, akan mengurangi efektivitas karena kontak pribadi untuk networking atau diskusi kelompok selama proses akan hilang.
Mengetahui posisi klien-klien dan apa yang mereka inginkan adalah juga penting. "Suatu agen perubahan mempengaruhi keputusan-keputusan inovasi klien" (Rogers, 1983). Selama ini teknolog pendidikan untuk bisa efektip sebagai suatu agen perubahan, adalah dia harus memahami bahwa klien-klien seperti itu disebar sepanjang satu organisasi. Ada banyak variasi dari klien-klien atau "para pengguna" (Porter, 1985) yang dapat menang atau kalah adalah adopsi suatu teknologi yang baru. Hal tersebut juga bagian dari adopsi di dalamnya, tetapi tidak perlu dibatasi pada manajemen, teknolog-teknolog sistem informasi, para ahli, para perancang pembelajaran (selain dari teknolog Pendidikan yang bertindak sebagai agen perubahan), dan yang paling penting adalah pelajar. Teknolog Pendidikan harus memahami konsep dari "nilai pengguna" (Porter, 1985). Nilai pengguna, menurut Porter, melibatkan biaya-biaya pengguna, penurunan atau mengangkat kinerja pengguna. Hal ini, termasuk di dalamnya keinginan-keinginan pertemuan dan harapan-harapan pengguna serta produksi baru atau teknik.
Beberapa karakteristik-karakteristik dari para pengguna untuk memanfaatkan teknologi Pendidikan lebih jauh:
• Managemen—memberi hak dan menyetujui memanfaatkan untuk teknologi yang baru.
• Teknolog Sistem informasi --konsentrasi dengan patokan-patokan perangkat keras dan lunak bahwa mendukung keserasian, keterhubungan, dan mampu-interoperasian.
• Para experts—Mereka akan perlu untuk dipengaruhi dan yang diyakinkan oleh teknolog Pendidikan bahwa material mereka akan lebih mudah untuk belajar dengan teknik-teknik dan teknologi penyampaian yang baru.
• Pendesain Pembelajaran—Kelompok ini perlu untuk diyakinkan yang digunakan dari teknologi yang baru akan efektif sebagai suatu strategi penyerahan.
• Learners (Pelajar)—adalah pengguna akhir, Material harus yang menarik dan memotivasi; mengembangkan harus teknis mudah digunakan dan dengan mudah dapat diakses. Pelajar boleh juga memerlukan pelatihan di dalam ketrampilan-ketrampilan, seperti keyboard, untuk menggunakan aplikasi-aplikasi pelatihan berbasis-komputer.

Cost Issues
Biaya bisa menjadi penghalang terhadap penerimaan teknologi yang baru. Bila biaya yang dikeluarkan lebih besar dari hasil pemakaian teknologi atau manfaat teknologi menjadi faktor penghambat dalam adopsi teknologi pembelajaran.

Infrastructure Issues
Ketersediaan atau akses kepada peralatan dan perangkat lunak dapat menjadi suatu faktor yang besar di dalam mengadopsi teknologi baru. Kesediaan waktu individu mungkin tidak mengizinkan mereka untuk menggunakan teknologi baru kecuali jika itu adalah siap tersedia.


Solusi Menanggulangi Penghalang
Menanggulangi Isu Orang/Individu

Keberadaan manajemen dapat digunakan untuk mendapatkan penerimaan pada puncak dari suatu organisasi dan bersifat penting dalam mengusahakan dukungan yang strategis untuk difusi. Manajemen kebanyakan tertarik akan perbaikan kinerja dan hemat biaya. Dalam situasi bisnis, perlu menjurus kepada manfaat kompetisi. Manajemen menginginkan untuk mengejar yang diterima oleh pelajar, tetapi jika dua hal pertama itu ukuran-ukuran tidak dijumpai, hal-hal penerimaan kecil dari perspektif manajemen.
Teknolog Pendidikan dapat menyajikan informasi yang lengkap dan tepat dari sumber internal dan eksternal di mana pentingnya teknologi yang baru, seperti video interaktif, mudah digunakan dan tidak menyulitkan. Pengalaman yang baik oleh kelompok-kelompok di dalam organisasi itu dapat diperkenalkan kepada manajemen untuk mendapatkan dukungan untuk difusi lebih lanjut.
Demonstrasi dapat efektif dalam membangkitkan minat pada semua tingkat dari suatu organisasi, dari pelajar ke manajemen puncak (kepala sekolah). Fungsi-Fungsi dan fitur dari produk menunjukkan di suatu pengaturan hidup yang riil yang dapat menyediakan para pembeli potensial dengan satu peluang untuk mencoba suatu produk yang terukur; produk itu sudah tidak lagi sekedar suatu uraian di suatu brosur.
Prototipe-prototipe yang secara rinci dirancang untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan pengguna akhir dapat efektif. Pengguna itu adalah dengan berat dilibatkan dengan teknolog Pendidikan di dalam definisi, desain, dan pengembangan dari produk prototipe. Pendekatan ini membantu komitmen keuntungan selagi memperkecil resiko. Jika prototipe membuktikan berhasil dengan para pelajar, lalu pengembangan lebih lanjut dari pendekatan itu dibenarkan. Jika prototipe itu ditemukan untuk bersifat cacat, pengguna sudah menghindarkan suatu investasi yang utama. Teknolog pembelajaran harus masih mempunyai opsi berusaha pendekatan lain. Pengenalan eksternal dari masyarakat-masyarakat profesional adalah penting, karena itu kembali untuk mempengaruhi pembuat keputusan di dalam organisasi. Seorang teknolog pendidikan juga harus mampu melakukan pelatihan atau bimbingan dalam sebuah pelatihan penggunaan teknologi dan dengan teknologi itu dapat memudahkan dalam pekerjaan, di samping melakukan promosi dan kontak secara pribadi.

Menanggulangi Cost Issue
Seorang teknolog pendidikan, harus mampu memotong semua jalur yang dapat membengkakkan biaya, mampu memberikan bukti dengan melakukan efisiensi dengan menggunakan teknologi pembelajaran.

Menanggulangi Infra Struktur Issue
Penanggulangan infra struktur erat kaitannya dengan cost issue, bila bisa menanggulangi biaya dengan menabung dan dapat meningkatkan infra struktur dengan lebih mudah akan dapat menanggulangi infra struktur yang belum tersedia. Bila courseware bisa dibuat dengan lebih mendekatkan pada pengguna atau mampu menghasilkan versi-versi baru untuk meningkatkan mutu/kualitas pendidikan akan mampu menanggulangi issue infrastruktur tersebut.
Menurut Fullan (1996) dalam menanggungi sarana prasarana adalah (1) meningkatkan kemampuan orang sebagai penyelenggara dan ilmu pengetahuan, serta keterampilan output yang diharapkan; (2) inovasi melekat pada alat dan bahan yang akan dipergunakan untuk melaksanakan program-program pembelajaran; (3) inovasi sarana dan prasarana terdiri atas alat dan bahan yang bersifat manual yang akan dipergunakan atau teknologi manual; (4) teknologi komputerisasi merupakan bagian dari pengembangan sarana dan prasarana; dan (5) teknologi informasi digunakan untuk kelancaran dalam transfer ilmu pengetahuan dan keterampilan dari teknolog pendidikan pada siswa.

Penutup
Untuk mengubah lingkungan yang lebih luas. Ini berarti anda harus bekerja langsung merubah konteks dari organisai resipient (penerima) yaitu perlu mengembangkan kapasitas lokal untuk memperlihatkan ketertarikan, memutuskan untuk dan membentuk ide-ide bagus dalam praktek. Perlu fokus pada pengembangan kapasitas lokal, kualitas dari infrastruktur reformasi eksternal serta hubungan keduanya. Menjadi besar bukan berarti mengembangan program sementara tapi mengembangkan kapasitas system (kombinasi dari kapasitas lokal dan infrastruktur eksternal) untuk mengelola dan mengintegrasikan kompleksitas dari inovasi dan pilihan-pilihan yang banyak. Menjadi besar bukan berarti mengambil program yang terakhir (meskipun ini bisa berguna secara sempit dan sementara), melainkan mengembangkan kapasitas dari system yang multilevel guna mengelola perubahan yang kompleks secara teus menerus.
Ini tugas berat, menjadi besar berarti secara fundamental mengembangkan system pada semua tingkat. Jika tidak maka seseorag tidak dapat mencapai reformasi yang benar mantap. Transferabilitas membawa kita ke pengertian yang mendalam akan kerjasama di dalam dan di luar sekolah. Semakin banyak infrastruktur dibangun dengan belajar berkelanjutan, menghasilkan data yang shahih, mendukung umpan balik, merangsang inovasi dan seterusnya, maka semakin baik kemampuan system itu untuk reformasi skala besar. Pada gilirannya infrastruktur yang kuat memberi akses bagi pengetahuan yang tersembunyi dan yang eksplisit secara terus menerus serta membuatnya tersedia lebih luas.
Ketersediaan pengetahuan dengan sendirinya tidaklah menghasilkan reformasi yang komprehensif. Pada system yang kompleks, kita tidak bisa membatasi diri pada hal-hal yang dapat diketahui. Kita harus berusaha mendirikan infrastruktur yang memungkinkan untuk menciptakan dan mencari pengetahuan sambil jalan dan harus mencapai tujuan-tujuan pada tingkat system ambisius (seperti meningkatkan literasi bagi semua siswa). Transferabilitas dan reformasi skala besar memberi perhatian pada gambaran yang lebih besar bukan pada tujuan-tujuan umum.
Dengan demikian, seorang teknolog pendidikan sebagai agen perubahan harus mempromosikan difusi dan adopsi teknologi dalam pembelajaran. Untuk suksesnya dalam proses ini perlu kerja keras dengan menggunakan berbagai strategi alternatif.

Artikel Terkait



0 komentar:

Posting Komentar

Chat Area

Advertise

 
Made Agus Suryadarma Prihantana, S. Pd / S2 Teknologi Pembelajaran / Undiksha